Wednesday, September 12, 2012

The boy I met two weeks ago

Tidak semua orang yang kita kenal dapat mengenali kita dengan baik. Lebih tepatnya tidak semua dari mereka mengenal kita lebih jauh. Sebatas teman, cocok, ya sudah. Memang beberapa orang tidak mau mengurusi kehidupan orang lain karena cuek atau tidak mau dibilang kepo. Tapi ada kalanya memang kita harus mengetahui kehidupan teman kita. Untuk apa?

Pertama, tentunya agar kita lebih mengenal satu sama lain. Kedua, menandakan bahwa antar kita dan si teman telah terdapat kepercayaan. Ketiga, meluruskan pandangan orang lain yang hanya melihat luarnya saja dari si teman kita ini, khususnya apabila orang lain berpandangan jelek tentang si teman.

Dua hari yang lalu, teman dekat saya bercerita tentang dirinya. Karena saya tidak tahu jelasnya, jadi saya bilang teman dekat saja. Kami sudah kenal lama, sekitar dua tahun yang lalu. Tapi kami hanya berteman biasa. Kali ini saja mungkin takdir mendekatkan kami. Yang saya tahu, dia adalah seorang teman yang baik, lucu, dan easy-going. Jadi tidak mengherankan jika banyak teman laki-laki atau perempuan senang bergaul dengannya.

Sampai sebelum kejadian dua hari lalu itu, saya masih berfikir kalau si teman ini memiliki hidup yang baik-baik saja, menyenangkan, dan tidak terlalu banyak ambil pusing seperti kebanyakan cowok pada usia remaja umumnya. Tapi ternyata saya salah. Dibalik ketenangan yang selalu dia tunjukkan kepada saya, ternyata tersimpan sebuah bom waktu. Untungnya, bom itu meledak kepada saya malam itu. Kenapa malah saya beruntung? Karena bom waktu yang saya maksud adalah luapan perasaan yang selama ini dia pendam sendiri tanpa seorang pun tahu. Dan saya merasa beruntung telah dipercaya olehnya untuk mendengar kisahnya tersebut.

Kurang lebih satu jam saya mendengarkan dia bercerita. Saya hanya diam memasang mata dengan seksama pada chat demi chat yang terus muncul. Dia bercerita tentang ayahnya, ibunya yang amat dia sayang, penyesalan-penyesalan atas semua yang telah dia perbuat, dan niatan-niatan bulat yang ingin dia capai untuk membuat ibunya bangga. Bahkan dia sampai menangis setelah menceritakan semuanya. Rasanya ingin memeluknya saat itu juga. Aaaaaakkk :'(

Dari situ saya belajar bahwa memang benar kata pepatah. "Orang yang sering memberikan kebahagiaan, malah menyimpan kesedihan paling besar". Ya memang tidak semua, tapi ada yang kondisinya seperti itu. Seperti teman saya ini. Saya cuma bisa memberikan saran supaya dia fokus pada kewajibannya sekarang sebagai pelajar. Paling tidak itu sudah titik awal yang baik kan.. Ya, saya yakin suatu saat dia pasti bisa membuktikan pada ibunya bahwa dia memang patut dibanggakan.

Tentang pandangan saya terhadapnya, awalnya memang saya mengira bahwa dia hidup dalam keluarga yang baik-baik saja, berkecukupan, dan segalanya terpenuhi dengan baik. Tapi ternyata setelah malam itu, saya mengetahui bahwa tidak semua kata orang itu benar. Ternyata keadaannya tidak seperti apa kata teman yang lain. Jauh di lubuk hatinya dia merasa sangat-tidak-baik. Kejadian pahit di masa lalu telah membuatnya bertekad untuk membahagiakan ibunya.

Saya baru bertemu dengannya sekitar dua minggu lalu. Dan gara-gara kejadian ini, rasanya saya ingin cepat-cepat bertemunya kembali, memeluknya, dan membisikkan "kalau kamu lelah, support-ku buka 24 jam".

You don't have to be rich to make your mama proud. Just be dilligent. Do your best, don't give up, and wait your mama see your hard work! :)

0 motivation:

Post a Comment

 
;